Pada dasarnya filosofi dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah melindungi keselamatan dan kesehatan kerja para pekerja dalam
menjalankan pekerjaannya yang berimbas pada kinerja perusahaan.
Perangkat peraturan pemerintah mengenai K3 adalah Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Dimana pada pasal 3 dijelaskan
bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100
orang atau lebih dan/atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan
oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat menyebabkan
kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit
akibat kerja, wajib menerapkan SMK3.
Pelaksanaan K3 tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah,
tetapi juga merupakan tanggung jawab semua pihak, khususnya pelaku
industri. Tujuan dalam penerapan K3 itu sendiri sebenarnya adalah
meningkatkan kesadaran dan ketaatan pemenuhan terhadap norma K3,
meningkatkan partisipasi semua pihak untuk optimalisasi pelaksanaan
budaya K3 disetiap kegiatan usaha dan terwujudnya budaya K3 masyarakat
Indonesia. Dan sebagai sasarannya adalah tingginya tingkat pemenuhan
norma K3, meningkatnya jumlah perusahaan yang mendapatkan kecelakaan
nihil (zero accident) dan terwujudnya
masyarakat yang berprilaku K3. Keterlibatan seluruh pihak terhadap
penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dibutuhkan dalam setiap
jenis kegiatan di lingkungan perusahaan dan berbagai kegiatan masyarakat
sehingga dapat menekan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
mengatakan pelaksanaan K3 di lingkungan kerja dan kegiatan masyarakat
merupakan kegiatan lintas sektoral, sehingga tidak hanya menjadi
tanggung jawab pemerintah tetapi juga merupakan tanggung jawab semua
pihak.
Untuk mendukung pelaksanaan K3 secara optimal, maka Kementerian
Tenaga dan Transmigrasi secara rutin memberikan penghargaan K3 kepada
para Gubernur, Bupati dan Walikota serta perusahaan-perusahaan yang
telah mendukung dan menerapkan K3 dengan baik. “Kesadaran akan
pentingnya penerapan K3 di lingkungan kerja tidak hanya menghindarkan
diri dari kecelakaan kerja namun dapat meningkatkan aspek perlindungan
pekerja dan menambah produktivitas serta, kesejahteraan pekerja,“
demikian dikatakan Muhaimin Iskandar selaku Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi pada suatu kesempatan penyerahan penghargaan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) tahun 2014 kepada 15 Gubernur dan 25 Walikota
/bupati serta 1.682 perusahaan yang berasal dari seluruh Indonesia.
Pada tahun 2014 ini, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah
memberikan penghargaan untuk kecelakaan kerja nihil (zero accident)
diberikan kepada 1223 perusahaan. Jumlah ini meningkat sekitar 35 persen
dibanding tahun 2013 yang jumlah perusahaannya mencapai 911 perusahaan.
Penghargaan Sistem Manajemen K3 (SMK3) tahun ini diberikan kepada 405
perusahaan dibanding tahun 2013 sebanyak 304 perusahaan sehingga
kenaikannnya mencapai 30 persen. Sedangkan Penghargaan Pembina K3 tahun
ini berhasil diraih 15 gubernur dan 25 walikota/ bupati yang berasal
dari seluruh Indonesia. Jumlah pembina K3 ini pun meningkat bila
dibandingkan jumlah pembina K3 tahun 2013 sebanyak 14 gubernur dan 22
walikota/bupati. Sementara itu, penghargaan untuk penghargaan program
pencegahan HIV dan AIDS di tempat kerja, diberikan kepada 54 perusahaan
dan 3 pemeduli, dan 1 Bupati, padahal tahun 2013 hanya 19 perusahaan
saja yang mendapatkan penghargaan tersebut.
“Pemerintah memberikan apresiasi kepada gubernur, bupati/walikota,
para pengusaha, pekerja dan masyarakat yang telah melaksanakan K3 dalam
setiap kegiatan sehingga mampu meningkatkan aspek perlindungan pekerja,
mutu kerja dan produktivitas kerja dimana pelaksanaan K3 merupakan salah
satu aspek perlindungan tenaga kerja yang sangat penting karena akan
mempengaruhi ketenangan bekerja, keselamatan, kesehatan, produktivitas
dan kesejahteraan tenaga kerja", demikian dikatakan Menakertrans
Muhaimin Iskandar.
Pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan Pemerintah (PP) No.50
tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3). Peraturan yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada tanggal 12 April tersebut merupakan aturan pelaksanan
dari pasal 87 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam peraturan
tersebut, SMK3 disebutkan merupakan bagian dari sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian resiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif. Hal mana semua pihak harus menyadari
penerapan K3 merupakan investasi Sumber Daya Manusia yang menentukan
keberhasilan perusahaan.
Penerapan SMK3
Pada era globalisasi saat ini, penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan salah satu tuntutan utama dalam
pemenuhan standar Internasional terhadap suatu produk barang atau jasa.
Apalagi pasar mancanegara memiliki persyaratan untuk suatu produk barang
atau jasa, seperti ISO (The International Organization for Standardization) dan OHSAS (Occupational Health and Safety Assesment Series).
Sehingga membudayakan K3 merupakan salah satu konstribusi membangun
bangsa dan negara, sehingga dapat bersaing dengan bangsa dan negara
maju. Dalam era globalisasi ini, terutama dalam menghadapi persaingan
perdagangan internasional, azas penerapan K3 merupakan syarat utama yang
berpengaruh besar terhadap nilai investasi, kualitas dan kuantitas
produk, kelangsungan usaha perusahaan serta daya saing sebuah negara.
Untuk itu penerapan K3 ditegaskan sebagai upaya untuk memenuhi hak-hak
dan perlindungan dasar bagi tenaga kerja yang sangat penting karena akan
mempengaruhi ketenangan bekerja, kesela matan, kesehatan, produktivitas
dan kesejahteraan tenaga kerja.
Ada beberapa alasan kenapa penerapan SMK3 di industri masih belum seperti yang diharapkan diantaranya:
- Masih kurangnya pemahaman masyarakat umumnya dan pengusaha khususnya
- Menganggap penerapan SMK3 membutuhkan biaya mahal
- Belum memprioritaskan K3
- Sumber daya manusia yang terbatas
Untuk menekankan tentang pentingnya SMK3 maka pemerintah mengeluarkan
PP No 50 tahun 2012 Tentang Penerapan SMK3. Sesuai dengan peraturan
pemerintah nomor 50 tahun 2012 tersebut, dijelaskan beberapa tujuan
penerapan SMK3 diantaranya:
- Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi
- Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh; serta.
- Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas
Secara umum manfaat penerapan SMK3 di perusahaan dibagi kepada 4 point penting yaitu
- Melindungi pekerja
- Mematuhi peraturan pemerintah
- Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen
- Membuat system manajemen efektif
Disamping itu pelaksanaan/penerapan K3 merupakan investasi sumber
daya manusia yang menentukan keberhasilan bisnis suatu perusahaan.
Tujuan dasar dari penerapan K3
Tujuan dasar dari penerapan K3 adalah mencegah atau mengurangi
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan terjadinya kejadian
berbahaya lainnya. Sejalan dengan tujuan dasar tersebut, maka menurut
Mangkunegara (2002, p.165) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan
kerja adalah sebagai berikut:
- Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
- Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
- Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
- Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai
- Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
- Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
- Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
Landasan Hukum Program K3
Layaknya sebuah program, maka program kesehatan dan keselamatan kerja
di perusahaan harus memiliki landasan hukum yang kuat. Ada empat
landasan hukum yang bisa di sebutkan disini yaitu :
- Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, Undang-undang
ini memuat antara lain ruang lingkup pelaksanaan keselamatan kerja,
syarat keselamatan kerja, pengawasan, pembinaan, tentang kecelakaan,
kewajiban dan hak tenaga kerja, kewajiban memasuki tempat kerja,
kewajiban pengurus dan ketentuan penutup (ancaman pidana) dan lain-lain.
- UU No. 21 tahun 2003 yang meratifikasi Konvensi ILO No. 81, Pada 19 Juli 1947, badan PBB International Labour Organization (ILO) telah mengesahkan konvensi ILO No. 81 tentang pengawasan tenaga kerja bidang industri dan perdagangan (Labour Inspection in Industry and Commerce).
Sebanyak 137 negara atau lebih dari 70 persen anggota ILO meratifikasi
konvensi ini, termasuk Indonesia (sumber : www.ILO.org).
- UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Khususnya
alinea 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan pasal
87. Pasal 86 ayat 1 : Setiap Pekerja / Buruh mempunyai Hak untuk
memperoleh perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja.Pasal 86 ayat 2 : Untuk melindungi keselamatan Pekerja / Buruh guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pasal 87 : Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem
Manajemen Perusahaan.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.
Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Permenakertrans ini adalah landasan Pedoman Penerapan Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3), mirip OHSAS 18001 di
Amerika atau BS 8800 di Inggris.
Menurut data Kemnakertrans, saat ini jumlah pengawas ketenagakerjaan
tercatat sebanyak 2.384 orang, untuk menangani sekitar 216.547
perusahaan. Para pengawas ketenagakerjaan yang saat ini tengah bertugas
terdiri dari Pengawas umum, 1.460 orang, Pengawas spesialis 361 orang,
Penyidik Pegawai Negeri Sipil 563 orang.
Resiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja Bagi Karyawan
Setiap jenis pekerjaan memiliki resikonya sendiri-sendiri. Ada jenis
pekerjaan yang resikonya tinggi seperti pekerjaan teknik dan konstruksi,
serta ada pula pekerjaan yang resikonya rendah seperti pekerjaan
administratif. Karena itu pada tiap jenis pekerjaan perlu diperhitungkan
semua potensi yang membahayakan (hazard) maupun resiko lain akibat sistem kerja, kesalahan mesin dan alat produksi, bahan, lingkungan serta faktor manusia (human error).
Pada saat seorang karyawan bekerja, kesehatan dan keselamatan kinerjanya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
- Beban pekerjaan, baik berupa beban fisik, mental dan sosial,
termasuk juga penempatan karyawan yang sesuai dengan kemampuannya (the right man on the right place), dan lain-lain.
- Kapasitas karyawan, ini banyak tergantung pada tingkat pendidikan,
tingkat keterampilan, kebugaran jasmani, standar fisik, asupan gizi dan
sebagainya.
- Lingkungan kerja seperti faktor cuaca, electricity, radiasi,
kimia, biologi maupun faktor psiko-sosial seperti interaksi antar
karyawan, atasan dan bawahan, karyawan dengan masyarakat dan lain-lain.